Senin, 26 Agustus 2013

Pengertian Seni Menurut Para Ahli (Part 1)

Hei, kita ketemu lagi di postingan gue yg selanjutnya nih. Kali ini gue mau ngebahas tentang arti seni menurut para ahli, baik tokoh besar dunia maupun Indonesia yg lengkap. Cekidot ({})

A. Aristoteles
seni adalah peniruan terhadap alamtetapi sifatnya harus ideal.
B. Plato dan Rousseau
seni adalah hasil peniruan alam dengansegala seginya.
C. Ki Hajar Dewantara
seni adalah segala perbuatan manusiayang timbul dari perasaan dan sifatindah, sehingga menggerakan jiwaperasaan manusia
D. Ahdian Karta Miharja
seni adalah kegiatan rohani yangmereflesikan realitas dalam suatukarya yang bentuk dan isinyamempunya untuk membangkitkanpengalaman tertentu dalam rohaninyapenerimanya.
E. Drs. Sudarmaji
seni adalah segala manifestasi batindan pengalaman estetis denganmenggunakan mediabidang,garis,warna,tekstur,volume dan gelap terang.
F. Drs Popo Iskandar
seni adalah hasil ungkapan emosi yangingin di sampaikan kepada orang laindalam kesadaran hidup bermasyarakat/berkelompok.

Kamis, 22 Agustus 2013

Pengertian HAM Menurut Para Ahli (Part 4)

  1. 1. Pengertian Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi Manusia merupakan terjemahan dari ; droits de L’homme (Prancis), human rights (Inggris), dan menselijke rechten (Belanda). Di Indonesia, hak asasi umumnya lebih dikenal dengan istilah ‘hak-hak asasi’ sebagai terjemahan dari basic rights (Inggris), grond rechten (Belanda), atau bisa juga disebut sebagai hak-hak fundamental (fundamental rights, civil rights)
Menurut Drs. Usman Surur, M.Pd. Hak Asasi Manusia terdiri dari rangkaian tiga buah kata, yaitu :
  1. Hak berasal dari bahasa Arab yang artinya kebenaran, dalam kamus bahasa Indonesia juga diartikan dengan kebenaran, dan yang berkaitan dengan kepemilikan, kekuasaan atau kewenangan
  2. Asasi berasal dari bahasa Arab Asasiyyun artinya bersifat prinsip, maksudnya sesuatu yang prinsip itu adalah hal yang amat mendasar dan tidak boleh tidak ada
  3. Manusia dalam pengertian umum adalah makhluk yang berakal budi, orang Jawa menyebut Manungso (Manunggaling Raso), baru disebut manusia kalau memahami perasaan orang lain, atau dalam bahasa Arab digunakan Nas dari kata Anasa yang artinya melihat, mengetahui atau meminta ijin. Berdasarkan rangkaian kata tersebut, maka yang dimaksud Hak Asasi Manusia adalah sejumlah nilai yang menjadi ciri khas manusia yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
Menurut Prof. Mr. Koentjoro Poerbapranoto (1976), hak asasi adalah hak yang bersifat asasi, artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci. Jadi, hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri
Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah “Seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
  1. 2. Karakteristik, Kandungan Nilai dan Cakupan Hak Asasi Manusia
Ciri khas dari Hak Asasi Manusia, antara lain :
1)      Qodrat, artinya Hak Asasi Manusia itu adalah pemberian dari Tuhan kepada setiap manusia agar hidupnya terhormat
2)      Hakiki, Hak Asasi Manusia itu melekat pada diri setiap manusia, tanpa melihat latar belakang kehidupan dan status sosialnya
3)      Universal, artinya Hak Asasi Manusia itu berlaku umum, tidak membeda-bedakan manusia yang satu dengan yang lainnya
4)      Tidak Dapat Dicabut, artinya Hak Asasi Manusia dalam keadaan bagaimana pun, tetap ada pada setiap orang
5)      Tidak Dapat Dibagi, artinya Hak Asasi Manusia itu tidak dapat diwakili atau pun dialihkan kepada orang lain
kandungan Nilai Hak Asasi Manusia
Kebebasan atau Kemerdekaan ; manusia dilahirkan dalam keadaan merdeka, karena itu menjadi harapan setiap manusia menjalani kehidupannya dalam keadaan merdeka. Seperti merdeka memilih negara, tempat tinggal, berkeluarga, bergerak, memilih pekerjaan, berserikat, berkumpul, berekspresi, mengemukakan pendapat, memperoleh dan mendayagunakan informasi dan lain sebagainya
Kemanusiaan dan Perdamaian ; manusia dalam menjalani kehidupannya sangat mendambakan ketentraman, bebas dari rasa takut, terjamin keamanannya dan senantiasa dalam suasana damai
Keadilan, Kesederajatan, dan Persamaan ; diperlakukan secara wajar dan adil, mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh hak, tidak dibeda-bedakan antara manusia yang satu dengan yang lain berdasarkan alasan apa pun, merupakan keinginan setiap manusia
Berdasarkan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia, mencakup atau meliputi tiga aspek utama (Karel Vassak dari Prancis menyebutnya tiga generasi), yaitu :
Hak Sipil dan Politik (Generasi Pertama) ; mengedepankan hak-hak individu yang bebas (merdeka). Paham ini dikembangkan di Amerika
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Generasi Kedua) ; yang menjadi obsesi untuk dikembangkan lebih awal, penekanannya lebih banyak pada aspek kesejahteraan dan hak kolektif. Paham ini dikembangkan di negara-negara non blok
Hak atas Pembangunan ; merupakan gabungan atau kombinasi dari dua generasi sebelumnya, terutama dianut oleh negara berkembang
  1. 3. Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
Latar belakang sejarah hak asasi manusia pada hakikatnya muncul karena keinsyafan manusia terhadap harga diri, harkat dan martabat kemanusiaannya, sebagai akibat tindakan sewenang-wenang dari penguasa, penjajahan, perbudakan ketidakadilan dan kelaliman (tirani) yang hampir melanda seluruh umat manusia, di antaranya :
Tahun 2500 – 1000 SM ; (1) Perjuangan Nabi Ibrahim AS. melawan kelaliman Raja Namruds, (2) Nabi Musa AS. memerdekakan bangsa Yahudi dari perbudakan Raja Fir’aun di Mesir agar terbebas dari kesewenang-wenangan, dan (3) Hukum Hammurabi pada masyarakat Babylonia yang menetapkan ketentuan-ketentuan hukum yang menjamin keadilan bagi warganya
Tahun 600 SM ; di Athena Yunani, Solon telah menyusun Undang-undang yang menjamin keadilan dan persamaan bagi setiap warganya. Untuk itu ia membentuk Haliaea, yaitu Mahkamah Keadilan untuk melindungi orang-orang miskin, dan Majelis Rakyat atau ‘Ecclesia’ yang karena itu ia dianggap sebagai Bapak Pengajar Demokrasi, perjuangan Solon ini didukung juga oleh Pericles, seorang tokoh negarawan Athena
Tahun 527 – 322 SM ; (1) Kaisar Romawi, Flavius Anacius Justianus menciptakan peraturan hukum modern yang terkodifikasi, ‘Corpus Iuris’ sebagai jaminan atas keadilan dan hak-hak asasi manusia, (2) pada masa kebangkitan, Yunani banyak melahirkan filsuf terkenal dengan visi hak asasi seperti, Socrates dan Plato sebagai peletak dasar diakuinya hak-hak asasi manusia, serta Aristoteles yang mengajarkan tentang pemerintahan berdasarkan kemauan dan cita-cita mayoritas warga
Tahun 30 SM – 632 M ; Kitab suci Injil yang dibawa Nabi Isa Almasih, sebagai peletak dasar etika Kristiani dan ide pokok tingkah laku manusia agar senantiasa hidup dalam cinta kasih, baik terhadap Tuhan maupun sesama manusia, (2) Kitab suci Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. banyak mengajarkan tentang toleransi, berbuat adil, tidak boleh memaksa, bijaksana, serta menerapkan kasih sayang, selain itu ‘Madinah Charter’ sebagai dokumen tertulis perjanjian perdamaian antar seluruh komunitas di Madinah setelah Nabi Muhammad SAW. hijrah, selaku konstitusi pembentukan negara Madinah, juga menetapkan perlindungan atas hak asasi manusia
Tahun 1215 ; salah satu langkah awal terjadinya gerakan Rasionalisme dan Humanisme di Eropa bergolak secara revolusioner di bidang hukum, hak asasi, dan ketatanegaraan pada abad XVII-XIX, yaitu lahirnya Magna Charta (Pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia) di Inggris, yang dipelopori antara lain John Locke dan Thomas Aquino
Tahun 1679 ; Habeas Corpus Act, di Britania Raya, yaitu jaminan kebebasan warga negara dan mencegah pemenjaraan yang sewenang-wenang terhadap rakyat
Tahun 1689 ; Bill of Rights di Britania Raya, yaitu Undang-undang tentang hak-hak dan kebebasan warga negara
Tahun 1776 ; Declaration of Indefendence di Amerika yang banyak dipengaruhi ajaran J.J. Rousseau (Prancis), hak asasi secara resmi termuat dalam Constitution of United States of America (USA) tahun 1787, berkat jasa presiden Thomas Jeferson, yang disusul Abraham Licoln, Woodrow Wilson dan lain-lain
Tahun 1789 ; Declaration des Droit de I’homme et Du Citoyen, yaitu pernyataan hak-hak asasi manuisa dan warga negara sebagai hasil revolusi Prancis di bawah kepemimpinan Jenderal Lafayatte dengan simbol Liberte, Egalite, dan Freternite (kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan), untuk menjamin hak asasi manusia tercantum dalam konstitusi. Revolusi ini diprakarsai oleh para pemikir besar Prancis, seperti : J.J. Rousseau, Voltaire dan Montesquieu. Pada tahun berikutnya diikuti oleh konstitusi negara lain seperti, Belgia (1831), Jerman (1919), Autralia dan Ceko (1920), Uni Sovyet (1936), dan Indonesia (1945)
Tahun 1941 ; Atlantic Charter yang muncul pada saat berkobarnya perang dunia II, dengan pelopornya F.D. Roosevelt, yang menyebutkan empat kebebasan (The Four Freedom) sebagai tiang penyangga hak-hak asasi yang mendasar, yaitu : (1) kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat, (2) kebebasan untuk beragama, (3) kebebasan dari rasa takut, dan (4) kebebasan dari kemelaratan
Tahun 1948 ; lahirnya Universal Declaration of Human Rights yang diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948 (tanggal ini kemudian diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia Internasional) melalui resolusi 217 A (III), yaitu pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia atau juga disebut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang terdiri atas 30 pasal. Piagam tersebut menyerukan kepada semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bangsa lain di dunia untuk menjamin dan mengakui hak-hak asasi manusia yang termuat di dalam konstitusi negara masing-masing. Pesan moral dari deklarasi ini adalah jangan ada perang, jangan ada kesewenang-wenangan dari yang punya kekuatan, karena itu harus ada usaha yang sungguh-sungguh untuk menjunjung tinggi martabat manusia (Human Dignity), agar tetap menjadi makhluk mulia
Tahun 1966 ; hasil sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 16 Desember 1966 menerima ‘Covenants on Human Rights’ Resolusi 2200 A (XXI), Covenants telah diakui dalam hukum Internasional dan diratifikasi oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu antara lain :
  1. The International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yaitu memuat tentang hak-hak sipil dan hak-hak politik (seperti berkaitan dengan persamaan hak antara pria dan wanita)
  2. The International Covenant on Economic, Social and Culture Rights (ICESCR), yaitu berisi syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi ekonomi, sosial dan budaya
  3. Optional Protocol, yaitu adanya kemungkinan seorang warga negara yang mengadukan pelanggaran hak asasi kepada ‘The Human Rights Committee’ Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah melalui upaya pengadilan di negaranya
Tahun 1986 ; tepat pada tanggal 04 Desember 1986, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa kembali telah mensahkan Deklarasi tentang Hak untuk Pembangunan, inti deklarasi ini adalah menegaskan kembali komitmen Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan seluruh aspek kehidupan dengan tetap mengedepankan penghormatan terhadap hak asasi manusia
  1. 4. Macam-macam Hak Asasi Manusia Menurut Para Ahli
Pandangan tentang hak asasi sangatlah beragam dan kontemporer. Berdasarkan pandangan Para tokoh seperti John Locke, Aristoteles, Montequieu dan J.J. Rousseau, dapat ditarik kesimpulan bahwa hak asasi mencakup :
  1. hak kemerdekaan atas diri sendiri
  2. hak kemerdekaan beragama
  3. hak kemerdekaan berkumpul
  4. hak menyatakan kebebasan warga negara dari pemenjaraan sewenang-wenang (bebas dari rasa takut)
  5. hak kemerdekaan pikiran dan pers
Menurut Brierly, pada dasarnya hak asasi manusia dapat dibagi menjadi :
  1. hak mempertahankan diri (self preservation)
  2. hak kemerdekaan (independence)
  3. hak persamaan pendapat (equality)
  4. hak untuk dihargai (respect)
  5. hak bergaul satu sama lain (intercourse)
Menurut Drs. H. Inu Kencana Syafiie, M.Si., beberapa macam hak asasi dibedakan menjadi sebagai berikut :
  1. hak untuk diperlakukan dengan baik, biasanya dikenal dengan tata karma sesuai anutan budaya yang bersangkutan
  2. hak untuk mengembangkan diri, biasanya dikenal dengan harkat untuk mewujudkan keberadaan
  3. hak untuk memilih dan dipilih serta terpakai tenaganya dalam pemerintahan, biasanya dikenal dengan demokrasi
  4. hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam penerapan peratuaran, biasanya dikenal dengan persamaan di dalam hukum
  5. hak untuk memiliki, membeli, menjual dan memanfaatkan sesuatu, biasanya dikenal dengan persamaan di dalam perlakuan ekonomi
  6. hak untuk beribadah dan menjalankan syariah agama, biasanya dikenal dengan kebebasan beragama
  7. hak untuk menuntut ilmu dan melakukan penelitian serta pengembangan pengetahuan, biasanya dikenal dengan kebebasan ilmiah
  8. hak untuk mengeluarkan keterangan pernyataan, biasanya dikenal dengan kebebasan berpendapat
Drs. Budiyanto, menyimpulkan dan membedakan hak-hak asasi manusia, yaitu sebagai berikut :
hak-hak asasi pribadi atau personal rights, yang meliputi ; kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya
hak-hak asasi ekonomi atau property rights, yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual, serta memanfaatkannya
hak-hak asasi politik atau political rights, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilihan umum, hak untuk mendirikan partai politik, dan sebagainya
hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau rights of legal equality
hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and culture rights, seperti hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan, dan sebagainya
hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan atau procedural rights, seperti adanya peraturan dalam hal penggeledahan, penangkapan, penahanan, peradilan, dan sebagainya
  1. 5. Macam-macam Hak Asasi Manusia Menurut Instrumen Internasional
    1. Hak-hak Sipil, yaitu :
1)      hak untuk menentukan nasib sendiri
2)      hak untuk hidup
3)      hak untuk tidak ditahan sewenang-wenang, tidak disiksa, dihukum mati, dan hak atas peradilan yang adil
  1. Hak-hak Politik, yaitu :
1)      hak untuk menyampaikan pendapat
2)      hak untuk berkumpul dan berserikat
3)      hak untuk mendapatkan persamaan di depan hukum
4)      hak untuk memilih dan dipilih
  1. Hak Ekonomi dan Sosial, yaitu :
1)      hak untuk bekerja, tidak dipaksa bekerja, dan hak untuk cuti
2)      hak untuk mendapatkan upah yang sama
3)      hak atas makanan
4)      hak atas perumahan, dan memperoleh perumahan yang layak
5)      hak atas kesehatan dan pelayanan kesehatan yang memadai
6)      hak atas pendidikan
7)      hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat
  1. Hak-hak Budaya, yaitu
1)      hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan
2)      hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
3)      hak untuk memperoleh perlindungan atas hasil karya cipta

Pengertian HAM Menurut Para Ahli (Part 3)

1. John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak).
2.  2.Menurut Prof. Koentjoro Poerbo Pranoto(1976), hak asasi manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci.
3.    Menurut G.J. Wolhots, hak-hak asasi manusia adalah sejulah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, bersifat kemanusiaan
4.    4.Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidaka dapat hidup sebagai manusia
5.    5. Menurut Prof. Darji Darmodiharjo, S. H. mengatakan : hak – hak asasi manusia adalah dasar atau hak – hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah tuhan yang maha esa. Hak – hak asasi itu menjadi dasr dari hak dan kewajiban – kewajiban yang lain.

Pengertian HAM Menurut Para Ahli (Part 2)

Pengertian HAM Menurut Para Ahli dan Undang Undang - HAM merupakan kependekan dari Hak Asasi Manusia yang dijunjung tinggi oleh setiap negara seperti Indonesia. Banyak yang membahas dengan topik HAM seperti pelanggaran hak asasi manusia yang kadang di bahas di media cetak ataupun media elektronik. Tetapi apakah anda mengetahui apa itu sebenarnya HAM atau Hak Asasi Manusia? Nah disini Ndombes Blog akan memberikan informasi kepada anda mengenai pengertian HAM yang dijabarkan oleh para ahli.
 
Namun sebelum diberikan pengertian HAM oleh para ahli, alangkah baiknya anda mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia yang diatur dalam UU no 39/1999 yang berisikan HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dibawah ini pengertian HAM menurut para ahli :

  • Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak).
  • Menurut Prof. Koentjoro Poerbo Pranoto(1976), hak asasi manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci.
  • Menurut G.J. Wolhots, hak-hak asasi manusia adalah sejulah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, bersifat kemanusiaan
  • Menurut Jan Materson, anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidaka dapat hidup sebagai manusia
  • Menurut Prof. Darji Darmodiharjo, S. H. mengatakan : hak – hak asasi manusia adalah dasar atau hak – hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah tuhan yang maha esa. Hak – hak asasi itu menjadi dasr dari hak dan kewajiban – kewajiban yang lain.

Semoga pembahasan mengenai pengertian HAM diatas sudah memberikan infromasi kepada anda apa itu yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia. Demikian update informasi yang dapat diberikan untuk anda dan semoga bermanfaat

Pengertian HAM Menurut Para Ahli (Part 1)

Hai, bagi lo-lo pada terutama anak-anak SMA Negeri Ajibarang yang lagi ditugasin sama Bu Dewi Mutiara imut tentang pengertian HAM menurut para ahli atau tokoh terkenal atau orang-orang penting di dunia maupun di Indonesia, gue punya nih. Cekidot :D

 Pengertian HAM menurut John Locke.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

Sementara Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.

Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.

Sementara dalam ketentuan menimbang huruf b Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.

Mengenai perkembangan pemikiran hak asasi manusia, Ahli hukum Perancis, Karel Vasak mengemukakan perjalanan hak asasi manusia dengan mengklasifikasikan hak asasi manusia atas tiga generasi yang terinspirasi oleh tiga tema Revolusi Perancis, yaitu : Generasi Pertama; Hak Sipil dan Politik (Liberte); Generasi Kedua, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Egalite) dan Generasi Ketiga, Hak Solidaritas (Fraternite). Tiga generasi ini perlu dipahami sebagai satu kesatuan, saling berkaitan dan saling melengkapi. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu.
Ketiga generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Hak asasi manusia generasi pertama, yang mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik. Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, hak kebebasan bergerak, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari hukum yang berlaku surut dsb. Hak-hak generasi pertama ini sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif” karena negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut.

2. Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua, konsepsi hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic, Social and Cultural Rights’ pada tahun 1966. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat dsb. Dalam pemenuhan hak-hak generasi kedua ini negara dituntut bertindak lebih aktif (positif), sehingga hak-hak generasi kedua ini disebut juga sebagai “hak-hak positif”.

3. Hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas”” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut :
-    Hak atas pembangunan.
-    Hak atas perdamaian.
-    Hak atas sumber daya alam sendiri.
-    Hak atas lingkungan hidup yang baik.
-    Hak atas warisan budaya sendiri.

DEFINISI HAM yang Sejati.

Hak asasi manusia merupakan salah satu frase yang paling sering diucapkan dalam enam dekade ini. Sayangnya, sering kali istilah tersebut tidak digunakan dalam konteks yang tepat, sehingga malah mengaburkan makna sejatinya. Berikut ini sebuah ilustrasi ekstrim yang mestinya bisa menggambarkan apa sesungguhnya hak asasi manusia itu…
Seandainya anda menampar pipi saya, sebenarnya anda tidaklah melanggar hak asasi saya. Tapi, pemerintah negara ini wajib memiliki aturan yang melarang anda menampar pipi saya, serta siap menghukum anda jika sampai menampar pipi saya. Jika pemerintah tidak memiliki aturan tersebut, atau tidak berupaya menegakkannya, maka pemerintahlah yang melanggar hak asasi saya.
Dari sini kita bisa melihat bahwa obyek hukum dari hak asasi manusia adalah pemerintahan negara. Kenapa? Jawabannya ada pada sistem Westphalia.
Perjanjian Westphalia tahun 1648 mengukuhkan kedaulatan bagi setiap negara bangsa. Dalam sistem ini, pemerintahan negara punya wewenang tertinggi untuk membuat dan menjalankan segala regulasi yang mengikat semua warga di wilayahnya. Jadi, tidak ada instrumen eksternal apapun yang bisa mengatur pemerintahan negara.
Dalam perkembangannya, hal ini menimbulkan berbagai problem. Pemerintahan negara merasa berhak memperlakukan warganya dengan cara apapun, tanpa halangan dari negara lain. Akibatnya, sering terjadi beragam represi oleh pemerintahan negara terhadap warganya sendiri.
Represi semacam ini ternyata memiliki implikasi eksternal. Warga di negara lain—terutama negara tetangganya atau negara yang punya kesamaan identitas primordial—bisa saja merasa simpati terhadap korbannya, sehingga mendorong pemerintahnya sendiri untuk melakukan suatu terhadap pemerintah negara represif tersebut, hingga termasuk menyatakan perang. Apa yang tadinya dianggap sebagai urusan domestik pun menjadi isu internasional.
Hal seperti ini banyak terjadi dalam tiga abad setelah Perjanjian Westphalia. Yang paling parah adalah dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Seusai Perang Dunia I, masyarakat internasional telah mencoba merumuskan hukum yang mengikat pemerintahan negara mengenai perlakuan terhadap warganya. Dari situ, lahirlah League of Nations.
Tapi, liga ini tidak bertahan lama dan pecahlah Perang Dunia II. Ketika perang ini berakhir, masyarakat internasional mengevaluasi kelemahan konsep terdahulu, lalu menata kembali perdamaian dunia melalui United Nations. Kali ini, mereka juga mengeluarkan suatu standar internasional yang kita kenal sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948.
Jadi, hak asasi manusia adalah suatu perangkat hukum supranasional untuk memaksa setiap pemerintahan negara untuk menghormati hak-hak paling mendasar bagi manusia yang menjadi warganya. Konsep ini selanjutnya mengatur bagaimana pemerintah membuat dan melaksanakan aturan mengenai perlakuan terhadap warganya.
Jika kembali kepada ilustrasi di atas, konsep hak asasi manusia melindungi saya, dengan cara “memaksa” pemerintah untuk melindungi saya. Yang bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia hanyalah pemerintah beserta aparatnya. Penamparan pipi oleh anda terhadap saya adalah pelanggaran hukum biasa, yang cukup ditangani oleh hukum kriminal. Seandainya anda merupakan aparat pemerintah dan menampar saya sebagai suatu “kebijakan negara” (bukan pelanggaran disiplin), anda bisa juga dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan harus berhadapan dengan perangkat hukum hak asasi manusia.
Tapi, pelaksanaan konsep hak asasi manusia tidak berjalan mulus. Hambatan berasal dari dua pihak, yaitu pihak yang tidak setuju dengan konsep hak asasi manusia dan pihak yang belum benar-benar memahaminya. Pihak pertama terutama berideologi fasis, komunis, dan theokratis.
Bagi mereka, konsep hak asasi manusia adalah penghalang hegemoni yang sedang mereka pegang (atau mereka incar). Jika rakyat mendapat hak-hak tersebut, kekuasaan mereka akan berkurang. Karena itu, mereka mengusahakan agar rakyat tidak mengenal hak asasi manusia, atau memiliki pandangan negatif terhadapnya.
Yang paling sering diutarakan adalah bahwa hak asasi manusia merupakan “konspirasi asing untuk menghancurkan negara”. Apapun yang mereka lakukan terhadap rakyat adalah cara terbaik bagi negara tersebut, dan pembatasan kekuasaan pemerintah dalam konsep hak asasi manusia justru merupakan ancaman bagi negara. Karena itu, para aktivis hak asasi manusia dianggap subversif dan ditindas.
Agar propaganda anti-hak asasi manusia ini bisa diterima oleh rakyatnya, mereka bisa menggunakan dalih budaya atau agama. Sering sekali dikatakan bahwa hak asasi manusia bertentangan dengan nilai-nilai budaya atau agama, sehingga tidak layak dianut. Untuk menghadapi stigma semacam ini, mantan Sekretaris Jenderal United Nations Kofi Annan dalam pidato peringatan 50 tahun deklarasi universal pada tanggal 10 Desember 1997 menyatakan bahwa:
“Hak asasi manusia adalah ekspresi dari tradisi toleran yang bisa ditemui di semua kebudayaan, dan merupakan dasar bagi perdamaian dan kemajuan. Bila dipahami dengan benar dan adil, hak asasi manusia bukan hal yang asing bagi setiap kebudayaan dan telah ada di semua bangsa di dunia.”
Ketika masyarakat dunia semakin menerima konsep hak asasi manusia, pihak penentangnya kemudian mengambil strategi baru, yaitu merancukan definisinya. Konsep hak asasi manusia sengaja dijadikan tidak jelas dan tumpang-tindih dengan konsep hukum lain.
Segala sesuatu kemudian dikaitkan dengan hak asasi manusia secara tidak proporsional. Jika ada keributan umum dan ada warga yang menyerang aparat negara, dikatakan bahwa warga tadi melanggar hak asasi si aparat negara. Bahkan, jika ada warga yang kecopetan, si pencopet dibilang melanggar hak asasi manusia. Padahal, pemerintahlah yang sebenarnya melanggar hak asasi manusia seandainya tidak berusaha menindak si pencopet.
Dari sini bisa dilihat bahwa asosiasi antara konsep hak asasi manusia dengan pemerintah hendak dihilangkan. Pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum kriminal jadi campur-aduk. Akibatnya, pelanggaran hak asasi manusia yang sebenarnya tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Dan pemerintah tidak lagi dianggap terikat oleh konsep hak asasi manusia.
Inilah yang saya sebutkan di awal artikel ini.
Kerancuan konsep hak asasi manusia juga disebabkan oleh penggunaan hak asasi manusia sebagai dalih untuk melanggar hak asasi manusia. Hal ini sering dipraktikkan oleh Amerika Serikat, yang secara sepihak mengklaim diri sebagai kampiun penegakan hak asasi manusia.
Selama era Perang Dingin, Amerika menghadapi Blok Komunis yang terang-terangan menentang konsep hak asasi manusia. Nah, dalam memerangi kaum komunis tersebut, Amerika menghalalkan segala cara. Misalnya, bekerja sama dengan tokoh-tokoh anti-komunis yang sebenarnya juga tidak sepakat dengan hak asasi manusia. Contohnya adalah Augusto Pinochet di Chili, Ferdinand Marcos di Filipina, dan Soeharto di negara kita sendiri. Komunis memang tidak berkuasa di negara-negara tersebut, tapi pelanggaran hak asasi manusia juga tetap terjadi, karena mereka hanya berorientasi pada kekuasaan.
Setelah peristiwa 9/11, rejim George W Bush kembali melakukan kesalahan yang sama, jika tidak bisa dibilang lebih parah. Para tawanan perang di Afghanistan dan Irak mendapat perlakuan sangat buruk, yang paling terkenal di penjara Abu Ghraib dan kamp Guantanamo. Segala kekejian tersebut segera dieksploitasi oleh para penentang konsep hak asasi manusia.
“Hak asasi manusia itu hipokrit,” demikian propaganda mereka. Ucapan Bush Jr yang sering menggunakan jargon hak asasi manusia hanya membuat stigma tersebut semakin buruk dan melekat. Hak asasi manusia—sebagaimana konsep kemasyarakatan apapun—memang bisa dimanipulasi oleh pihak-pihak yang sebenarnya bertentangan dengan konsep tersebut. Hal inilah yang perlu dinetralisir oleh para pengusung konsep hak asasi manusia yang sejati.
Sebelum citra konsep hak asasi manusia semakin buruk dan tidak bisa efektif lagi, para pelanggar “dari kubu sendiri” seperti ini perlu disikapi secara tegas. Prancis dan Jerman, misalnya, telah dengan sigap menjaga jarak dengan rejim Bush Jr dalam kasus invasi ke Iraq. Bahkan, mereka kini sibuk mengajukan tuntutan kepada CIA yang telah melanggar kedaulatan ketika mendaratkan pesawat terbang berisi tawanan terorisme tanpa izin di bandara-bandara Eropa.
Dalam masyarakat internasional yang bertumpu pada sistem Westphalia ini, aksi pengucilan bisa menjadi senjata ampuh untuk menghukum para “trouble maker“. Negara-negara berstatus superpower pun tidak akan kebal terhadap aksi ini, karena bagaimanapun juga ekonomi mereka—yang menyokong kekuatan mereka—tetap tergantung kepada masyarakat internasional. Selanjutnya, tinggal menunggu tekanan internasional ini menghasilkan tekanan domestik yang memaksa pemerintah memperbaiki kebijakannya (atau rejimnya diganti).
Hal ini sudah terbukti ampuh di Amerika dalam pemilihan presiden lalu. Rakyat Amerika gerah juga bahwa Bush Jr beserta rejim hawkish-nya menyeret citra negara ke titik nadir, di mana Amerika kehilangan legitimasinya untuk menyuarakan hak asasi manusia. Belum lagi ditambah kesulitan ekonomi, gara-gara keuangan negara dihabiskan untuk membiayai perang sendirian yang tidak didukung oleh masyarakat internasional. Maka, bisa kita melihat bagaimana para pengikut Bush Jr dari Partai Republik gagal mendudukkan para calon barunya di Gedung Putih.
Kembali ke hak asasi manusia, yang tak kalah pentingnya adalah penyebarluasan konsep dalam makna yang sejati ini ke seluruh manusia di dunia melalui proses edukasi yang sistematis. Manusia yang telah menyadari hak asasinya diharapkan bisa berusaha menjaga sendiri hak asasinya tersebut, sekaligus menghormati hak asasi manusia lain.