Ketika sedang menghabiskan musim panas di Paris, di sanalah saya bertemu
dengan Auguste Dupin. Dia seorang anak muda yang cerdas dan juga
pencinta buku. Pertemuan kami yang pertama berlangsung di perpustakaan.
Kami selalu bertemu dan akhirnya berkawan. Dupin banyak memperlihatkan
kepada saya pemandangan-pemandangan indah kota Paris, di saat kami
menghabiskan waktu sepanjang sore.
Sore yang cerah, di sebuah kafe, pandangan kami tertuju pada berita di sebuah surat kabar:
"PEMBUNUHAN MISTERIUS: Sepanjang malam penduduk Rue Morgue
tak dapat tidur tenang karena tangisan yang menakutkan. Tangisan itu
konon berasal sebuah rumah besar yang angker-di mana di situ pernah
tinggal Madame L'Espanaye dan putrinya, Camille. Para penduduk kemudian
mendobrak rumah itu dan tangisan itu terhenti. Tapi, tiba-tiba terdengar
suara orang menghardik. Suara-suara itu pun dengan cepat terhenti.
Penduduk kemudian lari ke arah tangga dan melihat ruangan yang terdiri
dari tiga lantai yang kosong. Lalu mereka menuju ke sebuah ruangan besar
di belakang rumah. Ada pintu di situ. Ketika pintu itu didobrak
terlihat sebentuk cahaya yang menyilaukan.
Ruangan itu penuh rongsokan. Mebel-mebelnya banyak yang sudah hancur.
Sebilah pisau yang masih bersimbah darah, tergeletak di atas kursi.
Seorang wanita dengan rambut panjang keabu-abuan, terbaring di atas
ranjang. Di lantai, ada perhiasan, sendok-sendok perak, dan tiga tas
berisi koin-koin emas.
Mayat gadis itu, anak perempuan Madame L' Espanaye, Camilla,
ditemukan terbaring dalam corong cerobong asap. Sepertinya dia terdorong
dengan keras hingga menurun ke bawah. Untuk mengeluarkannya dibutuhkan
tenaga enam pria kekar dari corong cerobong asap. Di sekitar leher
wanita itu terdapat tanda bekas cekikan yang berasal dari genggaman
tangan yang sangat besar dan kuat.
Ketika penduduk meninggalkan rumah itu dan pergi ke jalan yang sunyi
di belakang rumah, di sana terbaring mayat wanita tua yang tak lain
adalah Madame L' Espanaye. Lehernya seperti habis terpenggal. Dan ketika
penduduk memindahkan mayat itu, kepalanya terjatuh dari pangkal
lehernya…"
Koran tersebut menjelaskan pembunuhan yang mengerikan itu dengan detail.
"Wanita tua itu dan putrinya," berita itu berlanjut, "mereka tinggal
berdua dan sepertinya bahagia. Beberapa orang yang pernah bertamu dan
mengunjungi mereka menyatakan bahwa mereka begitu bahagia sehingga
kelihatannya tidak punya musuh.
Tiga hari sebelum kematiannya Madame L' Espanaye pergi ke bank. Seorang
anak muda, Adolphe Le Bon, hendak membayar kepadanya senilai 300 francs
dalam bentuk koin emas. Dia pergi ke rumah tua itu dengan Madame L'
Espanaye sambil membawa tas besar berisi koin-koin emas…Pembunuhnya
semula diduga mengincar koin-koin itu- tapi setelah diselidiki dia
ternyata tak mengambilnya sepeser pun.
Dua suara hardikan yang terdengar di rumah tua itu sampai sekarang masih
menjadi misteri. Penduduk sekitar mengira suara tersebut yang satunya
mirip logat orang Perancis. Mereka mendengar suara seorang pria berseru:
"Mon Dieu!" (Demi Tuhan!) Tapi mereka tak bisa menjelaskan seperti apa
suara orang yang kedua. Tak ada yang bisa dijelaskan kecuali suara itu
begitu nyaring dan bernada penuh amarah.
Hanya satu yang bisa dijadikan petunjuk: pembunuhnya adalah seorang yang sangat besar dan kuat."
Kemudian, surat kabar itu melaporkan Adolphe Le Bon-anak muda dari bank
itu-masuk penjara. "Tapi, polisi tak berhasil menemukan bukti-bukti kuat
yang menunjukkan anak muda itu sebagai pembunuhnya. Kasus ini masih
menyisakan misteri."
***
Dupin tertarik pada kasus ini. "Katakan pendapatmu tentang pembunuhan
ini!" sahut Dupin kepada saya. "Mereka tidak pernah menemukan
pembunuhnya. Tidak mungkin," jawab saya. "Saya tidak setuju," balas
Dupin. "Polisi kota Paris biasanya pandai-pandai, meski mereka tak
selalu melakukan sesuatu dengan benar. Coba kita bersama-sama
mempelajari kasus ini. Besok kita bersama-sama meninjau rumah itu."
Keesokan harinya kami pergi ke Rue Morgue. Dupin mempelajari dengan
teliti bagian belakang rumah tua itu. Kemudian kami memasuki rumah itu.
Seorang polisi mengantarkan kami naik ke bagian atas rumah, tempat
dimana wanita itu ditemukan terbunuh. Dupin mengamati benda-benda dalam
ruangan itu dengan cermat. Kami kemudian meninggalkan rumah itu
menjelang petang. Dalam perjalanan pulang, Dupin membeli koran.
Nampaknya koran hari ini tak lagi menurunkan berita tentang pembunuhan
misterius itu. Pulang dari sama kami ke rumah Dupin. Kami lalu
duduk-duduk di beranda rumah Dupin. Sekonyong-konyong Dupin berkata,
"Akhirnya saya menemukan jawabannya."
"Jawaban apa?" tanyaku.
"Ya, saya sedang dalam kondisi menunggu lelaki pembunuh itu," Dupin
melanjutkan, seraya berjalan ke arah pintu. "Dia sesungguhnya tahu
banyak tentang kasus ini, tapi kemungkinan jelas bukan dia pembunuhnya.
Dia datang ke ruangan itu dalam beberapa menit. Sementara itu pintu
depan dalam keadaan tak terkunci. Dia, si pembunuh itu dapat masuk
dengan mudah tanpa mengeluarkan suara sedikitpun…"
Dupin mengambil dua pistol dari lacinya. Dia memberikan satu untuk saya.
"Satu hal yang pasti," ujar Dupin. "Wanita tua itu tak mungkin membunuh
putrinya sendiri lalu dia bunuh diri. Dia tak terlalu kuat untuk
mendorong anak gadisnya ke dalam corong cerobong asap. Tak mungkin hal
itu dilakukan seorang wanita. Pelakunya pasti seorang laki-laki. Wanita
itu terbunuh oleh orang lain. Barangkali suara-suara aneh dari atas
loteng itulah suara sang pembunuh. Ini pasti menakutkan dan belum jelas
apakah suara itu suara laki-laki atau perempuan…"
"Pembunuhnya pasti masih ada di dalam ruangan itu ketika orang-orang
mendobrak pintunya. Tapi ketika mereka berhasil membuka ruangan itu, dia
sudah pergi. Pintu dan jendela-jendela terkunci dari dalam. Jadi,
bagaimana si pembunuh itu bisa kabur? Kubilang kepadamu-pasti dia kabur
lewat jendela! Si pembunuh memanjat keluar dengan cepat dari ruangan ini
dan jendela segera ditutup rapat-rapat. Daun jendela tertutup secara
otomatis. Si pembunuh lalu memanjat turun ke bawah sampai ke dalam pipa
di bawah jalan-dan kabur."
"Tapi bagaimana pembunuh itu bisa masuk ke dalam?" tanya saya.
"Bagaimana dia bisa masuk tentu saja dengan cara yang sama," jawab Dupin
sambil tersenyum. "Di sana ada daun penutup jendela, dekat pipa,"
jelasnya.
"Si pembunuh masuk dengan cara memanjat pipa. Lalu dia membuka perlahan
daun jendela dan melompat masuk ke dalam ruangan. Tapi kelakuan si
pembunuh sangat aneh-bahkan tidak mungkin juga dilakukan oleh seorang
pria. Sedangkan suara yang aneh dari dalam rumah itu saya rasa bukan
suara manusia," lanjut Dupin.
Saya bergidik.
"Maksud kamu?"
Dupin menunjukkan kepada saya beberapa helai rambut. "Kuambil ini –
barangkali dari tangan mayat Madame L'Espanaye. Aku menduga dia pasti
memegangnya di antara jari-jarinya," kata Dupin. "Nah, katakan, apa
pendapatmu?"
"Dupin! Itu rambut binatang!" saya berseru.
|
credit photot: wikipedia. |
"Ya, dan bekas-bekas jari di lehernya pasti berasal dari cengkeraman
seekor hewan. Dan akhirnya saya tahu wanita tua itu terbunuh dengan
tangan kuat dari seekor kera yang besar,"
"Seekor kera! Saya tidak mengerti. Darimana datangnya binatang itu?" tanya saya.
"Mungkin milik orang Perancis itu. Ingat, tetangga sekeliling rumah itu
mendengar jeritan suara laki-laki: Mon Dieu! Ada dua petunjuk bahwa
orang Perancis itu tahu persis tentang pembunuhan itu. Kera besar itu
mungkin kabur darinya. Dan lelaki itu mengikuti binatang itu sampai ke
dalam rumah tapi ia tak berhasil menangkapnya.
Dan, sekarang kera itu bebas. Apabila orang Perancis itu menginginkan
kera besar itu, dia pasti kembali lagi ke rumah Madame L'Espanaye.
Menduga kera itu masih bersembunyi di situ. Dan dalam perjalanan pulang
dari rumah itu kemarin, saya melihat pengumuman ini di koran," Dupin
menunjukkan pada saya.
Di situ terbaca:
Tertangkap di The Bois de Boulogne, seekor kera berbulu lebat dan
besar. Pemiliknya seorang pelaut dari kapal Maltese dan ia membawanya
dari India Timur. Dia akan mengambilnya pada panggilan jam tiga tepat.
"Tapi, bagaimana kau tahu lelaki itu adalah seorang pelaut dari kapal Maltese?" tanya saya.
"Saya baru menduganya - tapi saya yakin lelaki itu pasti dia. Saya
kebetulan menemukan label dari mantel pelaut yang robek dan tertinggal
di pipa. Label itu menunjukkan nama kapal Maltese. Kapal Maltese datang
dari India Timur dan binatang itu adalah adalah kera dari India Timur."
"Lelaki itu-si pelaut mungkin takut kepada polisi," lanjut Dupin. "Dan
dia tak berani datang ke rumah itu. Polisi tak bakal menduga pembunuhnya
adalah seekor binatang," kata Dupin. "Tapi, pelaut itu pasti datang ke
rumah. Kera itu sangat berharga baginya."
***
Kami pergi ke rumah itu. Di dalam kami mendengar suara langkah kaki
menaiki tangga. "Bersiap-siaplah dengan senjatamu," bisik Dupin. "Tapi
jangan sekali-sekali menggunakannya sampai kuberi tanda."
Orang itu berjalan dengan perlahan menaiki tangga. Tak lama kemudian dia
turun kembali. Dupin dengan cepat membuka pintu. "Kemari!" panggilnya.
Pelaut itu masuk. Sosoknya tinggi dan besar. "Selamat malam," dia
berkata dengan logat Perancisnya yang kental.
"Duduklah," kata Dupin. "Saya menduga pasti Anda datang untuk kera itu,
bukan begitu? Ya, ini adalah binatang yang sangat berharga."
"Bagaimana kamu mendapatkannya?" tanya pelaut itu.
"Kami tidak berhasil mengurungnya di rumah ini," jawab Dupin.
"Barangkali dia masih di sekitar sini. Anda dapat mengambilnya besok,"
lelaki itu menawarkan uang kepada Dupin agar ia menemukan kera itu.
"Saya tidak membutuhkan uang, kawan. Jelaskan saja bagaimana pembunuhan di Rue Morgue bisa terjadi," kata Dupin.
Wajah lelaki pelaut itu pucat.
"Jangan takut, kawan," kata Dupin. "Saya tahu bukan kamu pembunuhnya.
Tapi, pasti kamu mengetahui peristiwa pembunuhan itu. Ceritakan saja.
Seorang laki-laki tak bersalah sekarang ada di penjara. Anda masih punya
kesempatan untuk menyelamatkannya. Sekarang anda tinggal jelaskan saja
siapa pembunuh yang sebenarnya."
Lelaki pelaut itu terdiam dan berpikir sejenak. "Oh, Tuhan, tolonglah!"
katanya. "Tapi…baiklah, aku akan cerita. Tapi aku tak yakin kau akan
mempercayainya… Beberapa hari yang lalu kapal kami pergi menuju India
Timur. Sebelumnya kami berlabuh di Borneo. Pelaut yang lain menangkap
seekor kera. Tapi beberapa saat kemudian pelaut kawanku itu tewas.
Binatang itu akhirnya menjadi milikku. Kera itu sangat buas dan
berbahaya. Tapi saya tetap akan membawanya pulang ke rumah dalam kapal.
Aku masukkan hewan itu ke dalam sebuah kamar penginapan. Kusembunyikan
dia di dalam ruangan yang terkunci. Aku ingin menjual kera itu. Pada
suatu malam ketika aku pulang dari pertemuan para pelaut, paginya aku
melihat kera itu di atas ranjang. Dia sedang bermain-main dengan pisau
belati. Aku menjerit dan melemparkan tongkat ke arahnya. Dan ketika dia
melihat tongkat itu melayang ke arahnya, dia berlari ke arah tangga dan
melompat dari jendela turun ke jalan. Kuikuti dia dan aku berusaha keras
menangkapnya. Kera itu kabur sambil menggenggam pisau di tangannya.
Masih kuingat dia sempat menatap ke arahku lalu berlari
secepat-cepatnya. Waktu itu aku masih ingat, menunjukkan jam tiga pagi.
Hewan itu berlari kencang di atas jalan raya yang sepi, di belakang
sebuah rumah di Rue Morgue. Aku melihat ada secercah cahaya dari jendela
yang terbuka dari kamar Madame L' Espanaye. Kera itu berlari ke arah
gedung dan memanjat pipa. Dia melompat masuk ke rumah melalui pintu
jendela yang terbuka. Dengan cepat kuikuti binatang itu. Aku ingin
memanjat pipa itu tapi aku tidak melompat ke dalam ruangan. Aku hanya
melihat apa yang terjadi di balik jendela meski hampir jatuh membentur
tanah! Ada dua wanita di atas ranjang. Kera itu melompat ke arah mereka
dan mengeluarkan suara-suara gaduh. Rambut Madame L' Espanaye terjambak
oleh kera itu. Wanita itu berteriak dan bergumullah dia dengan kera itu.
Kera itu nyaris memotong lehernya dengan pisau, sampai akhirnya kepala
wanita itu benar-benar terpotong. Kera itu turun dan melihatku dari
jendela. Dia semakin panik. Aku sendiri panik setelah melihat peristiwa
pembunuhan itu di depan mataku. Aku dorong mayat putrinya ke dalam
cerobong asap. Lalu kudorong tubuh wanita tua itu keluar jendela…setelah
itu aku memanjat turun ke bawah melalui pipa dan pulang ke rumah."
***
Dan, misteri itu pun akhirnya terjawab. Suara-suara tangisan yang
terdengar dari rumah itu adalah suara pelaut Perancis dan suara gaduh
itu berasal dari kera. Kami kemudian menceritakannya kepada polisi.
Mereka lalu membebaskan Le Bon dari penjara. Untunglah pelaut Perancis
itu tidak ditangkap. Berhari-hari kemudian akhirnya ia berhasil
menangkap kera itu dan menjualnya.[]